Lanjutan Cerpen "Coretan Mimpi"

| |



"CORETAN MIMPI" Part 2

 Ini dia lanjutannya jeng jeng jeng jeng......(Sok Asik...)

          Senyuman kini terlukis diwajahku mengingat sosok Bu Tati. Aku sangat mengenalinya, sosok penuh wibawa dan luar biasa. Halaman demi halaman buku biru itu kubaca sambil terawa sendiri.. Vita berulang tahun yang ke-8, ku lihat foto seorang gadis kecil bergaun merah jambu bersama dengan sosok luar biasa itu.. Ya, tak salah lagi itu adalah foto Vita dengan guru kesayangannya Bu Tati. Di hari istimewa itu, Ayah Vita sengaja mengadakan pesta ulang tahun untuk Vita. Ibu sengaja membuatkan gaun merah jambu sederhana untuk Vita pakai. Tak banyak yang datang ke pesta sederhana itu. Hanya 2 orang sepupunya dan 1 orang yang tak kunjung datang juga.. "Akan kah ia datang ibu?," tanya Vita tak sabar. "Pasti sayang, masa sih ia tak mau datang ke pesta ulang tahunmu?, mungkin ia sedang bingung memilih baju yang tepat untuk dikenakan ke pestamu ini," jawab ibu menghibur. Pesta sederhana itu tak juga dimulai. "Kita mulai saja sekarang ya sayang," kata ibu. "Nggak! pokoknya kalau belum datang Vita ga mau mulai," teriak Vita. Tiba-tiba terdengar ketukan pintu. “Asik-asik!!! Bu Tati datang! Bu Tati datang!!,” teriak Vita.
           
          Akhrinya pesta pun dimulai. “Ayo kita buka kadonya!,” kata ibu. Kado di hari ulang tahunnya ini tidak banyak seperti kado ulang tahun anak-anak kaya jaman sekarang, yang kalau merayakan pesta ulang tahun, kadonya bisa berpuluh-puluh. Dua, ya hanya dua kado. Tapi bagi Vita dua kado sudah cukup. Kado pertama yang ia buka adalah kado dari orang tuanya. Sebuah kamera sederhana dengan filmnya. “Kita gunakan bersama-sama ya nak,” kata ayah. Untuk Vita, yang masih berumur 8 tahuin itu bukan lah hal yang menarik, tapi ia tahu itu adalah kado yang sangat berharga. Kado terakhirnya adalah kado dari Bu Tati, sebuah buku biru. "Buku cerita kah ini bu?, kok kosong?," tanya Vita. "Ya, bisa jadi ini adalah buku cerita yang sangat menarik," kata Bu Tati. "Tergantung apa yang akan kau tulis didalamnya. Buku ini adalah buku mimpi, jika kau menulis mimpi-mimpimu dibuku ini, maka kelak mimpimu itu akan tercapai,” tambah Bu Tati. Vita langsung bersemangat mendengar itu.

Setelah acara foto-foto, pesta pun selesai. Semua tamu sudah pulang, waktu juga telah menunjukan pukul 9 malam. Vita sudah berganti baju dan siap untuk tidur. “Vita, ayo masuk ke kamarmu, besok memang libur, tapi itu bukan alasanmu untuk tidur malam,” kata ibu. Vita pun berlari menuju kamar tidurnya. Ia tak langsung tidur, berkali-kali ia buka buku biru pemberian Bu Tati itu. Vita mengambil sebuah pulpen, lalu ia beri nama buku itu: “Coretan Mimpi. Punya Vita.” Dengan yakinnya ia goreskan tinta diatas lembaran buku itu. “Buku ini kan kujadikan buku tentang mimpi-mimpiku. Hai, buku jangan kau lupakan janjimu ya. Setiap impian yang kutuliskan harus kau kabulkan,” kata Vita dalam hati. Dengan semangat ia pun mulai menulis mimpi-mimpinya.
-----------------------------------------------------------------------

Buku biru itu pun penuh dengan berbagai impiannya. “Aku ingin mendapat nilai terbaik saat kululus nanti dari SD”, “Aku ingin mendapat teman yang banyak”, “Aku ingin kue buatan ibuku laku”, “Aku ingin ayah dapat pekerjaan yang lebih baik”, itu adalah sebagian dari mimpi-mimpinya yang kubaca di buku itu. Halaman demi halaman kubuka, tiba-tiba aku sampai pada halaman penuh tinta merah dan coretan-coretan. Di atasnya tertulis “BU TATI BOHONG!! AKU BENCI DIA!”. Tulisan-tulisan dengan tinta biru terhalang oleh coretan tinta merah. Ku perhatikan baik-baik halaman aneh itu. 

----------------------------------------------------------------------------- 

Sejak hari ulang tahun Vita yang ke-8, Bu Tati jarang masuk kelas. Banyak kabar bilang, ia terkena penyakit, entah apa itu. Saat itu Vita berumur 11 tahun, ia telah menduduki bangku kelas 6. Pagi itu Vita duduk sendiri di teras kelasnya, menulis sesuatu di buku biru dengan semangatnya. “Hari ini akan kutunjukan mimpi-mimpiku di buku ini pada Bu Tati,” kata Vita dalam hati. Tak sabar ia menunggu bel pulang berbunyi. Ketika waktu pulang telah tiba, seluruh murid berlarian menuju gerbang sekolah, terkecuali Vita. Ia berlari menuju ruang guru, “Semoga hari ini ia masuk,” harap Vita dalam hati. “Bu, apa anda yakin, anda bisa menghadapi ini? Kami tidak yakin kau akan seproduktif dulu. Akhir-akhir ini anda jarang masuk kelas. Saya khawatir bu, apalagi anda sudah tak punya kerabat dekat lagi. Saya tunggu keputusan ibu besok ya,” kata seseorang di balik pintu ruang guru. Kepala sekolah keluar dari balik pintu itu, “Ada apa gerangan?,” tanya Vita. 

“Siang bu,” Vita mengucapkan salam. Terlihat wajah lesu penuh dengan air mata. “Ada apa bu? Ibu masih sakit?,” tanya Vita. “Tidak Vita, ibu baik-baik saja kok. Ada apa kamu kemari?,” jawab Bu Tati sambil menghapus air mata dari wajahnya. “Ini bu, buku pemberian ibu waktu itu? masih ingat kan? Vita bingung bu, sudah berpuluh-puluh mimpi kutuliskan di buku ini, tapi belum satu pun terkabulkan,” keluh Vita. Bu Tati hanya terdiam dan tersenyum. “Buku itu menunggu waktu yang tepat untuk mengabulkannya. Saat kau sudah siap kau pasti akan meraih mimpi itu, asal kau mau berusaha dan bersabar,” kata Bu Tati. “Ya bu. Oh ya, ada satu mimpi besarku bu. Tapi belum saya tuliskan, saya takut mimpi itu tidak akan terkabulkan jika kutulis di buku ini,” kata Vita. “Apa itu?,” tanya Bu Tati penasaran melihat senyuman Vita. Tak sempat Vita mengucapkannya tiba-tiba Bu Tati terbatuk. Vita belum pernah melihat ini sebelumnya, darah... ya, tak salah lagi itu darah. “Ibu kenapa?,” tanya Vita khawatir. Bu Tati tidak menjawab dan berlari menuju toilet. Apa itu tadi?

Mulai dari kejadian itu, Bu Tati di kabarkan keluar dari sekolah ini dan tidak akan mengajar lagi. Vita yang hampir menyelesaikan sekolah tingkat dasarnya seperti hilang harapan. Esok adalah hari kelulusannya, ia dapat peringkat 10, tak seperti yang ia harapkan, tak seperti yang ia tulis dalam buku itu. Malam itu, ia baca seluruh mimpi-mimpinya dalam buku itu, tak ada satupun yang tercapai. “Aku sudah berusaha, sudah bersabar, sudah berdoa. Apa lagi yang kau minta hai buku? Apa?,” kata Vita dalam hati. Ia buka halaman satu persatu, ia baca sebuah tulisan dalam buku itu, yang pernah ia tulis dan ia anggap sebagai mimpi besarnya. Setetes air mata jatuh ke atas lembaran itu. “Di mana kau sekarang bu?,” Vita bertanya dalam hatinya. Seperti hilang harapan, tanpa sadar ia goreskan tinta merah dalam buku itu “BU TATI BOHONG!! AKU BENCI DIA!”. Ia robek satu lembar dari buku itu.  

----------------------------------------------------------------------------- 

Tak pernah ia tulis mimpi-mimpi lainnya di buku biru itu lagi. Saat Vita sudah menduduki bangku SMP, tiba-tiba ia dapat berita baik, “Vita!, tunggu!,” panggil seorang anak laki-laki sebayanya. Vita berhenti dan berbalik, ya, ia adalah salah satu murid di SMP itu, --entah siapa namanya, tak ia tulisakan di buku ini-- “Aku punya berita, ini aku kemarin dapat alamat tempat Bu Tati tinggal,” kata laki-laki itu. Vita hanya terdiam, ia belum pernah diajak berbicara dengan satu pun anak sebayanya. “Mungkin besok aku bisa mengantarkanmu ke tempat ini,” anak laki-laki itu menawarkan. Seakan mimpinya terwujud, ia dapat teman sekaligus informasi tentang di mana ia bisa bertemu guru kesayangannya itu. 

Seperti janji anak itu menjemput Vita. Ia sepertinya orang kaya, “Hai Vit, ayo naik. Ngga usah malu-malu. Supirku dengan senang hati mau membantu kita mencari alamat ini,” kata anak itu. Alamatnya memang asing dan memang setelah di telusuri rumah itu sangat jauh dari rumah Vita, apa lagi dari sekolahnya. Tak terbayangkan betapa jauhnya perjalanan Bu Tati ke sekolah setiap harinya. Vita ingat, beliau adalah guru terdisiplin, ia tak pernah telat. ‘Tok tok tok’, “Assalamualaikum, Bu Tati?,” kata anak laki-laki itu. Tak ada jawaban, rumah itu sepertinya sangat sepi. Tiba-tiba seseorang menegur dari sebelah rumah itu, “Nyari siapa nak?” “Kami sedang mencari guru kami bu, namanya Bu Tati, mungkin ibu kenal?,” tanya Vita. Tiba-tiba raut wajah orang itu berubah. Ia keluar dari pagar rumahnya dan mengajak kami masuk kerumahnya. 

“Begini nak, rasanya tak enak kalau harus bicara di luar,” kata ibu itu. “Memangnya kenapa bu?,” tanya Vita. “Begini, saya ini temannya Bu Tati dari sejak kecil, rumah kami bersebelahan, ya seperti yang kalian lihat sekarang. Ia dulu adalah anak periang, tapi sejak kematian ibu, ayah, dan adiknya dalam kecelakaan, ia tak pernah mau bermain lagi dengan saya. Sampai akhirnya ia diterima bekerja di sebuah sekolah sebagai guru. Entah berapa tahun yang lalu, setelah lama bekerja disana, ia kembali terlihat ceria seperti dulu. Ia mulai mau berteman dengan saya lagi. Terkenal dengan keramahannya, semua orang di sini selalu membantunya. Tapi baru beberapa minggu yang lalu...,” tiba-tiba ibu itu berhenti dan menundukan kepalanya serta menutup wajahnya dengan tangannya. “Tapi kenapa bu?,” tanya Vita heran. “Ia jatuh sakit. Sudah terlalu parah untuk diobati, tapi ia tetap saja tak mau dirawat di rumah sakit atau dibawa ke dokter...,” ibu itu berhenti lagi. 

“Lalu bu? Dimana ia sekarang? Di rumah ini kan bu?, atau ada di rumahnya? Beri tahu aku sekarang bu, aku tak perlu mendengar cerita lainnya, aku hanya ingin tahu dimana ia sekarang?,” jelas Vita. Perasaan takut tiba-tiba menutupi hatinya. Wajah ibu-ibu itu kini penuh pertanyaan, “Vita kah namamu nak?,” tanya ibu itu. “Ya,” jawab Vita heran. Ibu itu berdiri meninggalkan mereka dan pergi membawa sebuah amplop berwarna merah jambu. “Maaf, aku tak sanggup mengatakannya. Vita, ini sebuah surat untukmu dari Bu Tati. Ia menitipkannya padaku sebelum ia pergi,” kata ibu itu. Kini perasaan Vita berubah menjadi keheranan. Mereka pun pulang. Vita diantar pulang sampai rumah olah teman barunya itu, “Maaf ya Vit, aku tak bisa mempertemukanmu dengan Bu Tati,” kata anak laki-laki itu. “Ngga apa-apa. Oh ya, dari mana kau kenal Bu Tati?,” tanya Vita. “Suatu hari nanti kau akan tahu itu,” kata anak laki-laki itu, ia pun per pergi dengan mobilnya meninggalkan Vita dengan sejuta pertanyaan dalam pikirannya.  Mau tau kelanjutannya? tunggu hanya di moimonmien.blogspot.com 

Note: harusnya ini udh diterbitin beberapa hari yang lalu tapi karena kebetulan blogger sedang ada masalah jadi baru hari ini.  

4 komentar:

Haifa Nabila mengatakan...

afi ! LANJUTIN ! ayo cepet ! PENASARAN 0.0

Unknown mengatakan...

Jadi, kemanakah bu Tati? Siapakah sebenarnya anak laki-laki itu? cucunya ya? :)

Afina Rahmani mengatakan...

haha... ko ga ketebak ya? aneh... -____- (galau antara eneng sama bingung)

Afina Rahmani mengatakan...

seneng maksudnya -,-

Posting Komentar

.

Lanjutan Cerpen "Coretan Mimpi"



"CORETAN MIMPI" Part 2

 Ini dia lanjutannya jeng jeng jeng jeng......(Sok Asik...)

          Senyuman kini terlukis diwajahku mengingat sosok Bu Tati. Aku sangat mengenalinya, sosok penuh wibawa dan luar biasa. Halaman demi halaman buku biru itu kubaca sambil terawa sendiri.. Vita berulang tahun yang ke-8, ku lihat foto seorang gadis kecil bergaun merah jambu bersama dengan sosok luar biasa itu.. Ya, tak salah lagi itu adalah foto Vita dengan guru kesayangannya Bu Tati. Di hari istimewa itu, Ayah Vita sengaja mengadakan pesta ulang tahun untuk Vita. Ibu sengaja membuatkan gaun merah jambu sederhana untuk Vita pakai. Tak banyak yang datang ke pesta sederhana itu. Hanya 2 orang sepupunya dan 1 orang yang tak kunjung datang juga.. "Akan kah ia datang ibu?," tanya Vita tak sabar. "Pasti sayang, masa sih ia tak mau datang ke pesta ulang tahunmu?, mungkin ia sedang bingung memilih baju yang tepat untuk dikenakan ke pestamu ini," jawab ibu menghibur. Pesta sederhana itu tak juga dimulai. "Kita mulai saja sekarang ya sayang," kata ibu. "Nggak! pokoknya kalau belum datang Vita ga mau mulai," teriak Vita. Tiba-tiba terdengar ketukan pintu. “Asik-asik!!! Bu Tati datang! Bu Tati datang!!,” teriak Vita.
           
          Akhrinya pesta pun dimulai. “Ayo kita buka kadonya!,” kata ibu. Kado di hari ulang tahunnya ini tidak banyak seperti kado ulang tahun anak-anak kaya jaman sekarang, yang kalau merayakan pesta ulang tahun, kadonya bisa berpuluh-puluh. Dua, ya hanya dua kado. Tapi bagi Vita dua kado sudah cukup. Kado pertama yang ia buka adalah kado dari orang tuanya. Sebuah kamera sederhana dengan filmnya. “Kita gunakan bersama-sama ya nak,” kata ayah. Untuk Vita, yang masih berumur 8 tahuin itu bukan lah hal yang menarik, tapi ia tahu itu adalah kado yang sangat berharga. Kado terakhirnya adalah kado dari Bu Tati, sebuah buku biru. "Buku cerita kah ini bu?, kok kosong?," tanya Vita. "Ya, bisa jadi ini adalah buku cerita yang sangat menarik," kata Bu Tati. "Tergantung apa yang akan kau tulis didalamnya. Buku ini adalah buku mimpi, jika kau menulis mimpi-mimpimu dibuku ini, maka kelak mimpimu itu akan tercapai,” tambah Bu Tati. Vita langsung bersemangat mendengar itu.

Setelah acara foto-foto, pesta pun selesai. Semua tamu sudah pulang, waktu juga telah menunjukan pukul 9 malam. Vita sudah berganti baju dan siap untuk tidur. “Vita, ayo masuk ke kamarmu, besok memang libur, tapi itu bukan alasanmu untuk tidur malam,” kata ibu. Vita pun berlari menuju kamar tidurnya. Ia tak langsung tidur, berkali-kali ia buka buku biru pemberian Bu Tati itu. Vita mengambil sebuah pulpen, lalu ia beri nama buku itu: “Coretan Mimpi. Punya Vita.” Dengan yakinnya ia goreskan tinta diatas lembaran buku itu. “Buku ini kan kujadikan buku tentang mimpi-mimpiku. Hai, buku jangan kau lupakan janjimu ya. Setiap impian yang kutuliskan harus kau kabulkan,” kata Vita dalam hati. Dengan semangat ia pun mulai menulis mimpi-mimpinya.
-----------------------------------------------------------------------

Buku biru itu pun penuh dengan berbagai impiannya. “Aku ingin mendapat nilai terbaik saat kululus nanti dari SD”, “Aku ingin mendapat teman yang banyak”, “Aku ingin kue buatan ibuku laku”, “Aku ingin ayah dapat pekerjaan yang lebih baik”, itu adalah sebagian dari mimpi-mimpinya yang kubaca di buku itu. Halaman demi halaman kubuka, tiba-tiba aku sampai pada halaman penuh tinta merah dan coretan-coretan. Di atasnya tertulis “BU TATI BOHONG!! AKU BENCI DIA!”. Tulisan-tulisan dengan tinta biru terhalang oleh coretan tinta merah. Ku perhatikan baik-baik halaman aneh itu. 

----------------------------------------------------------------------------- 

Sejak hari ulang tahun Vita yang ke-8, Bu Tati jarang masuk kelas. Banyak kabar bilang, ia terkena penyakit, entah apa itu. Saat itu Vita berumur 11 tahun, ia telah menduduki bangku kelas 6. Pagi itu Vita duduk sendiri di teras kelasnya, menulis sesuatu di buku biru dengan semangatnya. “Hari ini akan kutunjukan mimpi-mimpiku di buku ini pada Bu Tati,” kata Vita dalam hati. Tak sabar ia menunggu bel pulang berbunyi. Ketika waktu pulang telah tiba, seluruh murid berlarian menuju gerbang sekolah, terkecuali Vita. Ia berlari menuju ruang guru, “Semoga hari ini ia masuk,” harap Vita dalam hati. “Bu, apa anda yakin, anda bisa menghadapi ini? Kami tidak yakin kau akan seproduktif dulu. Akhir-akhir ini anda jarang masuk kelas. Saya khawatir bu, apalagi anda sudah tak punya kerabat dekat lagi. Saya tunggu keputusan ibu besok ya,” kata seseorang di balik pintu ruang guru. Kepala sekolah keluar dari balik pintu itu, “Ada apa gerangan?,” tanya Vita. 

“Siang bu,” Vita mengucapkan salam. Terlihat wajah lesu penuh dengan air mata. “Ada apa bu? Ibu masih sakit?,” tanya Vita. “Tidak Vita, ibu baik-baik saja kok. Ada apa kamu kemari?,” jawab Bu Tati sambil menghapus air mata dari wajahnya. “Ini bu, buku pemberian ibu waktu itu? masih ingat kan? Vita bingung bu, sudah berpuluh-puluh mimpi kutuliskan di buku ini, tapi belum satu pun terkabulkan,” keluh Vita. Bu Tati hanya terdiam dan tersenyum. “Buku itu menunggu waktu yang tepat untuk mengabulkannya. Saat kau sudah siap kau pasti akan meraih mimpi itu, asal kau mau berusaha dan bersabar,” kata Bu Tati. “Ya bu. Oh ya, ada satu mimpi besarku bu. Tapi belum saya tuliskan, saya takut mimpi itu tidak akan terkabulkan jika kutulis di buku ini,” kata Vita. “Apa itu?,” tanya Bu Tati penasaran melihat senyuman Vita. Tak sempat Vita mengucapkannya tiba-tiba Bu Tati terbatuk. Vita belum pernah melihat ini sebelumnya, darah... ya, tak salah lagi itu darah. “Ibu kenapa?,” tanya Vita khawatir. Bu Tati tidak menjawab dan berlari menuju toilet. Apa itu tadi?

Mulai dari kejadian itu, Bu Tati di kabarkan keluar dari sekolah ini dan tidak akan mengajar lagi. Vita yang hampir menyelesaikan sekolah tingkat dasarnya seperti hilang harapan. Esok adalah hari kelulusannya, ia dapat peringkat 10, tak seperti yang ia harapkan, tak seperti yang ia tulis dalam buku itu. Malam itu, ia baca seluruh mimpi-mimpinya dalam buku itu, tak ada satupun yang tercapai. “Aku sudah berusaha, sudah bersabar, sudah berdoa. Apa lagi yang kau minta hai buku? Apa?,” kata Vita dalam hati. Ia buka halaman satu persatu, ia baca sebuah tulisan dalam buku itu, yang pernah ia tulis dan ia anggap sebagai mimpi besarnya. Setetes air mata jatuh ke atas lembaran itu. “Di mana kau sekarang bu?,” Vita bertanya dalam hatinya. Seperti hilang harapan, tanpa sadar ia goreskan tinta merah dalam buku itu “BU TATI BOHONG!! AKU BENCI DIA!”. Ia robek satu lembar dari buku itu.  

----------------------------------------------------------------------------- 

Tak pernah ia tulis mimpi-mimpi lainnya di buku biru itu lagi. Saat Vita sudah menduduki bangku SMP, tiba-tiba ia dapat berita baik, “Vita!, tunggu!,” panggil seorang anak laki-laki sebayanya. Vita berhenti dan berbalik, ya, ia adalah salah satu murid di SMP itu, --entah siapa namanya, tak ia tulisakan di buku ini-- “Aku punya berita, ini aku kemarin dapat alamat tempat Bu Tati tinggal,” kata laki-laki itu. Vita hanya terdiam, ia belum pernah diajak berbicara dengan satu pun anak sebayanya. “Mungkin besok aku bisa mengantarkanmu ke tempat ini,” anak laki-laki itu menawarkan. Seakan mimpinya terwujud, ia dapat teman sekaligus informasi tentang di mana ia bisa bertemu guru kesayangannya itu. 

Seperti janji anak itu menjemput Vita. Ia sepertinya orang kaya, “Hai Vit, ayo naik. Ngga usah malu-malu. Supirku dengan senang hati mau membantu kita mencari alamat ini,” kata anak itu. Alamatnya memang asing dan memang setelah di telusuri rumah itu sangat jauh dari rumah Vita, apa lagi dari sekolahnya. Tak terbayangkan betapa jauhnya perjalanan Bu Tati ke sekolah setiap harinya. Vita ingat, beliau adalah guru terdisiplin, ia tak pernah telat. ‘Tok tok tok’, “Assalamualaikum, Bu Tati?,” kata anak laki-laki itu. Tak ada jawaban, rumah itu sepertinya sangat sepi. Tiba-tiba seseorang menegur dari sebelah rumah itu, “Nyari siapa nak?” “Kami sedang mencari guru kami bu, namanya Bu Tati, mungkin ibu kenal?,” tanya Vita. Tiba-tiba raut wajah orang itu berubah. Ia keluar dari pagar rumahnya dan mengajak kami masuk kerumahnya. 

“Begini nak, rasanya tak enak kalau harus bicara di luar,” kata ibu itu. “Memangnya kenapa bu?,” tanya Vita. “Begini, saya ini temannya Bu Tati dari sejak kecil, rumah kami bersebelahan, ya seperti yang kalian lihat sekarang. Ia dulu adalah anak periang, tapi sejak kematian ibu, ayah, dan adiknya dalam kecelakaan, ia tak pernah mau bermain lagi dengan saya. Sampai akhirnya ia diterima bekerja di sebuah sekolah sebagai guru. Entah berapa tahun yang lalu, setelah lama bekerja disana, ia kembali terlihat ceria seperti dulu. Ia mulai mau berteman dengan saya lagi. Terkenal dengan keramahannya, semua orang di sini selalu membantunya. Tapi baru beberapa minggu yang lalu...,” tiba-tiba ibu itu berhenti dan menundukan kepalanya serta menutup wajahnya dengan tangannya. “Tapi kenapa bu?,” tanya Vita heran. “Ia jatuh sakit. Sudah terlalu parah untuk diobati, tapi ia tetap saja tak mau dirawat di rumah sakit atau dibawa ke dokter...,” ibu itu berhenti lagi. 

“Lalu bu? Dimana ia sekarang? Di rumah ini kan bu?, atau ada di rumahnya? Beri tahu aku sekarang bu, aku tak perlu mendengar cerita lainnya, aku hanya ingin tahu dimana ia sekarang?,” jelas Vita. Perasaan takut tiba-tiba menutupi hatinya. Wajah ibu-ibu itu kini penuh pertanyaan, “Vita kah namamu nak?,” tanya ibu itu. “Ya,” jawab Vita heran. Ibu itu berdiri meninggalkan mereka dan pergi membawa sebuah amplop berwarna merah jambu. “Maaf, aku tak sanggup mengatakannya. Vita, ini sebuah surat untukmu dari Bu Tati. Ia menitipkannya padaku sebelum ia pergi,” kata ibu itu. Kini perasaan Vita berubah menjadi keheranan. Mereka pun pulang. Vita diantar pulang sampai rumah olah teman barunya itu, “Maaf ya Vit, aku tak bisa mempertemukanmu dengan Bu Tati,” kata anak laki-laki itu. “Ngga apa-apa. Oh ya, dari mana kau kenal Bu Tati?,” tanya Vita. “Suatu hari nanti kau akan tahu itu,” kata anak laki-laki itu, ia pun per pergi dengan mobilnya meninggalkan Vita dengan sejuta pertanyaan dalam pikirannya.  Mau tau kelanjutannya? tunggu hanya di moimonmien.blogspot.com 

Note: harusnya ini udh diterbitin beberapa hari yang lalu tapi karena kebetulan blogger sedang ada masalah jadi baru hari ini.  

4 Response to "Lanjutan Cerpen "Coretan Mimpi""

  1. Haifa Nabila says:
    15 Mei 2011 pukul 04.58

    afi ! LANJUTIN ! ayo cepet ! PENASARAN 0.0

  2. Unknown says:
    16 Mei 2011 pukul 05.21

    Jadi, kemanakah bu Tati? Siapakah sebenarnya anak laki-laki itu? cucunya ya? :)

  3. Afina Rahmani says:
    16 Mei 2011 pukul 07.59

    haha... ko ga ketebak ya? aneh... -____- (galau antara eneng sama bingung)

  4. Afina Rahmani says:
    16 Mei 2011 pukul 08.00

    seneng maksudnya -,-

Posting Komentar